Model pertama, yang telah terbukti tak dapat bertahan,
menyatakan bahwa alam semesta telah ada sejak waktu yang tak terbatas dan akan
terus bertahan dalam keadaannya yang sekarang ini. Gagasan alam semesta tak
terbatas ini telah berkembang sejak zaman Yunani kuno, dan telah menyebar ke
dunia barat sebagai hasil filosofi materialistis dan telah dibangkitkan kembali
dengan Renaisans. Inti Renaisans adalah pengkajian kembali hasil kerja para
pemikir Yunani kuno. Jadi, filosofi materialis dan konsep alam semesta tak
terbatas yang dididukung oleh filosofi ini dicomot dari rak sejarah yang berdebu
oleh kepentingan ideologis dan filosofis, dan disampaikan pada manusia sebagai
fakta-fakta ilmiah.
Penganut materialisme seperti Karl Marx dan Friedrich
Engels dengan penuh semangat merangkul gagasan itu, yang jelas menyediakan
dasar-dasar kuat untuk ideologi materialistis mereka. Dengan demikian keduanya
memainkan peran penting dalam memperkenalkan model ini pada abad ke-20.
Menurut model "alam semesta tak terbatas"- yang sangat
populer di paro pertama abad ke-20 - alam semesta tidak memiliki awal maupun
akhir. Alam semesta tidak pernah diciptakan dari tidak ada menjadi ada, tidak
pula akan hancur. Menurut teori ini, yang juga menjadi dasar untuk filosofi
materialis, alam semesta memiliki struktur yang statis. Namun, temuan-temuan
ilmiah belakangan menyatakan bahwa teori ini sama sekali salah dan tidak ilmiah.
Alam semesta tidak akan ada tanpa awal; alam semesta ini bermula dan telah
diciptakan dari ketiadaan.
Gagasan bahwa alam semesta ini tak terbatas, yaitu tidak
berawal, selalu menjadi titik awal ateisme dan ideologi yang mengingkari Allah.
Ini karena dalam pandangan mereka, bila alam semesta ini tak berawal, berarti
tidak ada yang menciptakan. Namun ilmu pengetahuan segera mengungkapkan bukti
pasti bahwa argumen-argumen materialis ini tidak berlaku, dan alam semesta
diawali dengan sebuah ledakan dahsyat yang disebut Big Bang. Muncul dari sesuatu
yang tidak ada hanya berarti satu hal: "Penciptaan". Allah, Yang Mahakuasa,
menciptakan seluruh alam semesta.
Ahli astronomi Inggris ternama, Sir Fred Hoyle, adalah
salah seorang ilmuwan yang penasaran dengan fakta ini. Dengan teori
"steady-state"-nya, Hoyle menerima bahwa alam semesta mengalami perluasan,
tetapi tetap berkeras bahwa alam semesta tidak terbatas dalam skalanya dan tanpa
awal maupun akhir. Menurut model ini, ketika alam semesta meluas, materi muncul
secara spontan dan dalam kuantitas sebesar yang dibutuhan. Teori ini, yang
berlandaskan pada premis-premis yang sangat tidak praktis atau sulit, dan yang
diajukan dengan kepen-tingan tunggal untuk mendukung gagasan "alam semesta tak
terbatas tanpa awal atau akhir", bertolak belakang dengan teori Big Bang.
Padahal teori Big Bang secara ilmiah telah terbukti dengan sejumlah besar
pengamatan. Hoyle dan yang lainnya terus mengingkarinya, namun se-mua
perkembangan ilmu alam menyatakan sebalik-nya.
Pada abad ke-20, terjadi lompatan besar di bidang
astronomi. Pertama, pada tahun 1922, eorang ahli fisika Rusia, Alexandre
Friedmann, menemukan bahwa alam semesta tidak memiliki struktur yang statis.
Berpijak pada Teori Relativitas Einstein, Friedmann menghitung bahwa sebuah
impuls kecil saja dapat mengakibatkan alam semesta meluas atau mengerut. Georges
Lemaître, salah seorang ahli astro-nomi terkenal Belgia, adalah yang pertama
kali menyadari pentingnya hitungan ini. Hitungan ini membawanya pada kesimpulan
bahwa alam semesta memiliki awal dan terus-menerus meluas sejak permulaan. Ada
hal penting lainnya yang diangkat Lemaître: menurutnya, seharusnya ada kelebihan
radiasi yang tertinggal dari Big Bang dan ini dapat dilacak. Lemaître yakin
bahwa penjelasannya benar walaupun pada awalnya tidak mendapat banyak dukungan
dari kalangan ilmuwan. Sementara itu, bukti lebih lanjut bahwa alam semesta
meluas mulai bermunculan. Pada waktu itu, Edwin Hubble, seorang ahli astronomi
dari Amerika, yang mengamati bintang-bintang dengan teleskop raksasanya,
menemu-kan bahwa bintang-bintang memancarkan cahaya geser merah (red shift)
tergantung jarak mereka. Dengan temuan ini, yang diperolehnya di Observatorium
Mount Wilson, California, Hubble menantang seluruh ilmuwan yang mengajukan dan
membela teori "keadaan-tetap" (steady-state), dan mengguncangkan pondasi model
alam semesta yang dianut saat itu.
Temuan-temuan Hubble bergantung pada aturan fisika bahwa
spektrum cahaya yang bergerak menuju titik pengamatan cenderung mendekati ungu,
sementara spektrum cahaya yang bergerak meninggal-kan titik pengamatan cenderung
mendekati merah. Ini menunjukkan bahwa benda-benda angkasa yang diamati dari
Observatorium Mount Wilson California bergerak menjauhi bumi. Pengamatan
selanjutnya mengungkap-kan bahwa bintang dan galaksi tidak hanya bergerak
menjauhi kita tetapi juga saling menjauhi satu sama lain. Pergerakan benda-benda
angkasa ini sekali lagi membuktikan bahwa alam semesta meluas. Dalam buku
Stephen Hawking's Universe, David Filkin menyatakan gagasan menarik tentang
perkembangan ini:
Dalam dua tahun, Lemaître mendengar
berita yang selama ini berharap pun dia tak berani. Hubble telah mengamati bahwa
cahaya dari galaksi adalah geser merah, dan menurut efek Doppler, ini berarti
bahwa alam semesta meluas. Kini, ini hanya soal waktu. Einstein tertarik pada
kerja Hubble dan memutuskan untuk mengun-junginya di Observatorium Mount Wilson.
Pada saat yang sama, Lemaître memberikan kuliah di Institut Teknologi
California, dan berhasil menyudutkan sekaligus Hubble dan Einstein. Dia
mengajukan teori "atom primitif"-nya dengan hati-hati, selangkah demi selangkah,
meyakinkan bahwa seluruh alam semesta telah diciptakan "pada hari yang tidak
memiliki hari kemarin". Dengan sangat saksama, dia menjelaskan seluruh
perhitungan matematikanya. Ketika selesai, dia tidak dapat memercayai telinganya
sendiri. Einstein berdiri dan menyatakan bahwa apa yang baru saja didengarnya
adalah "interpretasi yang paling indah dan paling memuaskan yang pernah
kudengar" dan selanjutnya mengakui bahwa menciptakan "konstanta kosmologis"
adalah "kesalahan terbesar" dalam hidupnya.
Fakta yang telah mengejutkan Einstein, yang dianggap
sebagai salah satu ilmuwan terpenting dalam sejarah, adalah bahwa alam semesta
mempunyai permulaan.
Pengamatan lebih jauh pada perluasan alam semesta telah
membuka jalan bagi pendapat-pendapat baru. Sejak saat itu, para ilmuwan sampai
pada model alam semesta yang semakin kecil apabila seseorang kembali ke masa
lampau, dan pada akhirnya mengerut dan konvergen pada satu titik, seperti yang
dikemukakan Lemaître. Kesimpulan yang dapat diturunkan dari model ini adalah
bahwa pada suatu masa, semua benda alam semesta memadat dalam sebuah titik-massa
tunggal yang memiliki "volume nol" karena gaya gravitasinya yang sangat besar.
Alam semesta kita menjadi ada sebagai hasil dari ledakan titik-massa yang
memiliki "volume nol" ini. Ledakan ini disebut "Big Bang".
Big Bang menunjukkan hal lain. Mengatakan bahwa sesuatu
memi-liki volume nol itu berarti sama dengan mengatakan bahwa sesuatu itu "tidak
ada". Seluruh alam semesta ini diciptakan dari sesuatu yang "tidak ada" ini.
Selanjutnya, alam semesta ini memiliki awal, bertolak belakang dengan pandangan
materialisme, yang beranggapan bahwa "alam semesta adalah kekal".
|
http://cdn.spacetelescope.org/archives/images/screen/ann1527a.jpg |
|